Jumat, 28 September 2012

Menyikapi Tawuran



Tawuran betapa menjadi kekhawatiran para orang tua sekarang yang memiliki anak berstatus sebagai pelajar. Entah rasa apa yang bersemayam dalam diri para pelaku tawuran sehingga tidak ada lagi rasa kasih sayang dengan sesama pelajar yang berniat belajar ketika berangkat sekolah. Saya hanya ingin bertukar rembuk sebagai guru, suatu kali dalam suatu diskusi ringan dengan teman guru terlontar pertanyaan "manakah yang lebih berharga ilmu atau harta". tidak dipungkiri bahwa sebagai seorang yang paham kita setuju bahwa ilmu lebih berharga di bandingkan harta. Bila kita meyakini bahwa ilmu lebih berharga maka sebagai seorang guru tidak ada alasan tidak datang ke kelas ( bukan sekedar hadir di sekolah ) menyampaikan hal yang paling berharga bagi para muridnya - terkecuali kondisi sakit - karena pada saat itu barangkali ada diantara sekian banyak siswa sedang sangat berhasrat untuk menerima hak mereka mendapatkan ilmu ( hal yang paling berharga ). Kehadiran kita di kelas seperti himbauan saat ini untuk melakukan pembelajaran berkarakter kebangsaan tentu bukan sekedar "lips service" karena pembelajaran yang paling ampuh adalah melalui implementasi pengajar selama mengajar di kelas maupun diluar kelas sebab gelar para guru bukan hanya pengajar tetapi pendidik dan selama proses pembelajaran mencerminkan karakter yang baik atau karakter sebagai insan rahmatan lil alamin sehingga mustahil dari mulutnya terlontar kata - kata yang tidak membangun motivasi, menyentuh nurani untuk berlaku baik dimanapun berada, bersikap santun dan ramah yang menjadi ciri bangsa ini, memiliki ketangguhan berjuang ( pantang menyerah ) dalam mewujudkan cita - cita. 

Tidak dipungkiri seringnya guru terlampau fokus pada pencapaian materi akademik sehingga melupakan kebutuhan psikis anak. 

Ada konsep pada pelajaran kimia kelas 10 mengenai sifat periodik unsur yaitu sifat jari - jari unsur dalam satu periode. Bila gaya tarik antara inti dengan elektron kuat maka akan menyebabkan jarak menjadi dekat dan sebaliknya bila gaya tarik menarik ini lemah maka akan menjadikan jarak lebih jauh, penyebab gaya tarik ini kuat adalah bertambahnya jumlah elektron. Konsep ini bisa kita terapkan dalam situasi kehidupan nyata yaitu dengan membangun gaya tarik yang kuat dengan para siswa ( orang tua dengan anak ) agar jarak kita dengan anak - anak dekat sehingga akan memudahkan pengarahan namun bagaimana hal nya manakala guru membangun gaya tarik yang lemah karena kata - kata atau sikap yang tidak nyaman yang menjadikan para siswa menjauh akibatnya apapun akan menjadi sulit di sampaikan. 

Seorang guru maupun orang tua atau masyarakat buatlah gaya tarik yang kuat dengan meningkatkan perhatian yang tulus pada anak - anak kita sebab mereka membutuhkan sentuhan - sentuhan yang menyiram hati mereka dengan kehangatan, kenyamanan dan kasih sayang ( ini merupakan salah satu asmaul husna yang Dia hembuskan ke dalam lubuk hati manusia maupun hewan ).

Mari sebagai orang tua, pendidik dan masyarakat tidak melepas kesemrawutan ini dengan menuding pihak tertentulah yang paling bertanggungjawab atas buruknya perilaku para pelajar / anak sebab solusi tidak akan pernah diperoleh selama kita tidak pernah introspeksi untuk melakukan perbaikan. Berikan teladan dan tidak hanya beretotika tak berujung sebab tawuran dari dulu sampai sekarang bukannya berkurang tetapi makin menjadi tren pelajar yang mudah terbakar emosi . . . kita mungkin tidak tahu boleh jadi justru kitalah pemicu emosi anak - anak kita, wallahu'alam 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar